Asal mula tanaman tebu sampai saat ini
belum didapatkan kepastiaanya, dari mana asal muasal tanaman tebu. Namun
sebagian besar para ahli yang memang berkompeten dalam hal ini,
berasumsi bahwa tanaman tebu ini berasal dari Papua New Guinea. Pada
8000 SM, tanaman ini menyebar ke Kep. Solomon dan Kaledonia Baru.
Ekspansi tanaman ini ke arah timur Papua New Guinea berlangsung pada
6000 SM, dimana tebu mulai menyebar ke Indonesia, Filipina dan India.
Dari India, tebu kemudian dibawa ke China
pada tahun 800 SM, dan mulai dimanfaatkan sebagai pemanis oleh bangsa
China pada tahun 475 SM. Pada tahun 510 Sebelum Masehi, ketika menguasai
India, Raja Darius dari Persia menemukan ”batang rerumputan yang
menghasilkan madu tanpa lebah”. Seperti halnya pada berbagai penemuan
manusia lainnya, keberadaan tebu sangat dirahasiakan dan dijaga ketat,
sedangkan produk olahannya diekspor dan untuk menghasilkan keuntungan
yang sangat besar.
Rahasia tanaman tebu akhirnya terbongkar
setelah terjadi ekspansi besar-besaran oleh orang-orang Arab pada abad
ketujuh sebelum sesudah masehi. Ketika mereka menguasai Persia pada
tahun 642, mereka menemukan keberadaan tebu yang kemudian dipelajari dan
mulai diolah menjadi gula kristal. Ketika menguasai Mesir pada 710 M,
tebu ditanam secara besar-besaran di tanah Mesir yang subur. Pada masa
inilah, ditemukan teknologi kristalisasi, klarifikasi, dan pemurnian.
Dari Mesir, gula menyebar ke Maroko dan menyeberangi Laut Mediterania ke
benua Eropa, tepatnya di Spanyol (755 M) dan Sisilia (950 M).
Gula dikenal oleh orang-orang barat Eropa
sebagai hasil dari Perang Salib pada abad ke-11. Para prajurit yang
pulang menceritakan keberadaan “rempah baru” yang enak ini. Gula pertama
diketahui tercatat di Inggris pada tahun 1099. Abad-abad berikutnya
merupakan periode ekspansi besar-besaran perdagangan barat Eropa dengan
dunia timur, termasuk di dalamnya adalah impor gula. Dari sebuah catatan
perdagangan di Inggris, gula dihargai 2 Shilling/lb, nilai ini setara
dengan beberapa bulan upah buruh rata-rata pada saat itu.
Mungkin karena merupakan sebuah temuan
baru, gula pada saat itu telah menjadi sebuah simbol dari status sosial.
Orang-orang kaya menyukai pembuatan patung-patung dari gula sebagai
penghias meja-meja mereka. Bahkan ketika Henry III dari Perancis
mengunjungi Venice, sebuah pesta diadakan untuk menghormatinya dengan
menampilkan piring-piring, barang-barang perak, dan kain linen yang
semuanya terbuat dari gula. Bahkan lebih “gila” nya lagi karena
merupakan barang mahal, gula seringkali dianggap sebagai obat. Banyak
petunjuk kesehatan dari abad ke-13 hingga 15 yang merekomendasikan
pemberian gula kepada orang-orang cacat untuk memperkokoh kekuatan
mereka.
Pada abad ke-15, pemurnian gula Eropa
umumnya dilakukan di Venice. Namun Venice tidak bisa lagi melakukan
monopoli ketika Vasco da Gama berlayar ke India pada tahun 1498 dan
mendirikan perdagangan di sana. Meskipun demikian, penemuan orang-orang
Amerika lah yang telah mengubah konsumsi gula di dunia.
Dalam salah satu perjalanan pertamanya,
Columbus membawa tanaman tebu untuk ditanam di kawasan Karibia. Iklim
yang sangat menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman tebu menyebabkan
berdirinya sebuah industri dengan cepat. Kebutuhan terhadap gula yang
besar bagi Eropa menyebabkan banyak kawasan hutan di kepulauan Karibia
menjadi hampir seluruhnya hilang digantikan perkebunan tebu, seperti
misalnya di Barbados, Antigua dan separuh dari Tobago. Tanaman tebu
dibudidayakan secara massal. Jutaan orang dikirim dari Afrika dan India
untuk bekerja di penggilingan tebu. Oleh karenanya, produksi gula sangat
erat kaitannya dengan perdagangan budak di dunia barat.
Secara ekonomi gula sangatlah penting
sehingga seluruh kekuatan Eropa membangun atau berusaha membangun
jajahan di pulau-pulau kecil Karibia dan berbagai pertempuran terjadi
untuk menguasai pulau-pulau tersebut. Selanjutnya tanaman tebu
dibudidayakan di berbagai perkebunan besar di kawasan-kawasan lain di
dunia (India, Indonesia, Filipina dan kawasan Pasifik) untuk memenuhi
kebutuhan pasar Eropa dan lokal.
Pada tahun 1750 terdapat 120 pabrik
pemurnian gula yang beroperasi di Britania dengan hanya menghasilkan
30.000 ton per tahun. Pada tahap ini gula masih merupakan sesuatu yang
mewah dan memberi keuntungan yang sangat besar sehingga gula dijuluki
“emas putih”. Keadaan ini juga berlaku di negara-negara Eropa Barat
lainnya.
Para pemerintah menyadari keuntungan
besar yang didapat dari gula dan oleh karenanya mengenakan pajak yang
tinggi. Akibatnya gula tetap merupakan sebuah barang mewah. Keadaan ini
terus bertahan sampai dengan akhir abad ke-19 ketika kebanyakan
pemerintahan mengurangi atau menghapus pajak dan menjadikan harga gula
terjangkau untuk warga biasa.
sumber : https://ambhen.wordpress.com/2011/09/20/sejarahtanamantebu/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar